Sesuai kajian IMF, pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan akan menurun -4.9% di tahun 2020 akibat sebagai dampak pandemic global Covid 19, sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tertekan dimana Kementrian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 menurun dikisaran -1.7% s.d 0.6% dan kembali pulih pada 2021 dikisaran 4.5%-5.5% didorong ekspektasi perbaikan ekonomi global dengan ditemukannya vaksin serta stimulus pemerintah.
Bagi negara berkembang seperti Indonesia, penurunan ekonomi sangat dirasakan pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) karena pada tahun 2019 UMKM menyumbangkan hingga Rp 8.573,9 triliun ke PDB Indonesia atau mencapai 57,8% terhadap total PDB. UMKM juga mempekerjakan sebanyak 116.978.631 orang atau mencapai 97% dari total tenaga kerja Indonesia (UMKM dan Unit Besar).
Sesuai survey Katadata Insight Centre (KIC) di bulan Juni 2020 sektor UMKM terdampak Corona dimana 57% UMKM dalam kondisi Buruk, 83% terdampak Corona dan 64% mengalami penurunan omzet lebih dari 30% serta 50% terpaksa melakukan PHK Karyawannya.
Gambar 1 – Data KataData “Urgensi Bantuan Untuk UMKM”
Salah satu industri yang terdampak adalah Industri Sepatu / Alas Kaki di Indonesia yang merupakan Industri yang berkontribusi ekspor cukup besar bagi Negara Indonesia.
Gambaran Industri Sepatu di Indonesia
Berdasarkan data dari asosiasi Industri sepatu Indonesia tahun 2018, Industri sepatu di dominasi oleh perusahaan menengah dan besar yang terkonsentrasi 82% di pulau jawa dengan total 112 perusahaan menengah besar. Nilai Domestik mencapai USD 5.8 Juta. Berikut indikator kunci dari Industri Sepatu di Indonesia
Tabel 1- Indikator Kunci Industri Sepatu Indonesia
Sumber : BPS
Jumlah industri alas kaki di Indonesia tercatat ada 18.687 unit usaha yang terdiri 18.091 unit usaha skala kecil, kemudian 441 unit usaha skala menengah, dan 155 unit usaha skala besar. Secara global Industri sepatu Indonesia masuk dalam empat besar produsen alas kaki dunia di bawah Tiongkok, India, dan Vietnam. Total produksi Indonesia mencapai 1,41 miliar pasang sepatu pada tahun 2018, dengan kontribusi sekitar 4,6% terhadap total produksi sepatu dunia.
Industri sepatu di Indonesia dapat dilihat dari skala usaha terdiri atas menengah besar yang memiliki jumlah pegawai >100 orang dan penggunaan mesin dalam proses produksinya sedangkan untuk skala kecil dan menengah biasanya masih berupa workshop atau bengkel dengan jumlah pekerja <10 orang dan menggunakan peralatan manual seperti di Kawasan Cibaduyut Bandung Jawa Barat atau kampung sepatu Mojokerto.
Tabel 2 Klasifikasi Industri Sepatu
No |
Jenis |
Bentuk usaha |
Segmen |
Pekerja Orang |
Kontribusi Pasar |
Contoh |
1 |
Industri Sepatu kecil dan menengah |
PT dan CV |
Pasar Dalam negeri / Sub kontraktor dari Industri Besar Lokal |
20-100 |
30% |
Pengrajin Sepatu Mojokerto, Cibaduyut, Cimoas, Garut |
2 |
Industri Besar |
CV, Koperasi dan Perorangan |
Exspor dan Outsoursing dari brand ternama (Nike, Adidas etc) |
>100 |
70% |
PT Adis Dimension Footwear (Nike) |
Sumber : APRISINDO
Berikut Merek Sepatu Lokal Indonesia : Piero, Bucherri, League, Brodo, Yongki Komaladi, Ardiles, Eagle, Flaedo, Homyped, Rockport, Kappa, Carvil, Compass, Homyped, Cortic, Tomkins, Bata, Pakalolo.
Gambar 2 – Suasana Bengkel Sepatu UMKM Bandung
Sumber : pabriksepatubandung.com
Berikut pabrik sepatu skala menengah dan besar di Jawa Barat
Gambar 3 – Pabrik Sepatu Skala Menengah
Sumber : Antara Jabar.
Selain produsen sepatu dengan merek lokal ternama, pabrik sepatu Indonesia juga menjadi sub kontraktor atau supplier brand ternama dunia seperti Nike dimana salah satu produsen sepatu Nike di Indonesia adalah PT. Adis Dimension Wear yang berlokasi di Tangerang dan telah beroperasi sejak tahun 2020 dengan kapasitas produksi mencapai 225 ribu pasang sepatu.
Merek Nike sendiri tidak memiliki pabrik dan memilih untuk melakukan outsource produksi sepatu dengan berbagai kontraktor / sub=kontraktor dari berbagai negara berkembang seperti philipina, Indonesia, Vietnam China dan Taiwan. Menurut Business Foundation – A Change World Chapter Business in a Borderless World, Strategi Nike sendiri disebut dengan Contract Manufacturing dimana Nike menyewa perusahaan asing untuk memproduksi produk tertentu dengan spesifikasi yang ditetapkan, produk final nya tetap menggunakan brand Nike. Strategi ini di pilih oleh Nike
- Biaya produksi yang lebih murah di negara berkembang.
- Nike dapat memfokuskan pada proses R&D dan Marketing.
Gambar 3 – Indonesia Footwear Export-Import
Sumber : Indonesia Footwear Industry Country Report 2018 oleh APRISINDO
Dampak Covid-19 pada Industri Sepatu
Berdasarkan kajian dari Kementrian Perindustrian 2020, terkait Analisa Perkembangan Industri Non Migas Indonesia. Secara keseluruhan pada triwulan I-2020 perekonomian Indonesia tercatat hanya tumbuh sebesar 2,97% terendah sejak triwulan IV-2001. Pertumbuhan yang rendah tersebut sebagai dampak penerapan PSBB dan jaga jarak sehingga melambatkan pertumbuhan konsumi rumah tangga. Industri Kulit, Barang dari kulit dan alas kaki yang merupakan cerminan dari pertumbuhan industri sepatu di Indonesa menunjukan konstraksi dengan minus sebesar 0,36% (yoy), kembali menurun setelah pada triwulan IV – 2018 juga mencatatkan pertumbuhan negatif sebesar 1,77% (yoy), atau setelah industri ini pada seluruh tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,99%. Dan pada triwulan I – 2019, Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki juga tercatat mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,15% (yoy).
Gambar 4. Industri yang Mengalami Kontraksi pada Triwulan I – 2020
Sumber : Analisa Perkembangan Industri Non Migas Indonesia Triwulan I -2020
Salah satu UMKM yang terdampak pandemi adalah pengrajin sepatu dilansir dari https://m.medcom.id/nasional/daerah/VNx4ZrDN-imbas-korona-omzet-perajin-sepatu-cibaduyut-bandung-anjlok pengrajin sepatu di kawasan Cibaduyut terdampak Corona dimana omzet mereka menurun hingga 80%. Pengrajin sepatu di Mojokerto juga terancam gulung tikar karena sepinya order. Ketika awal penerapan PSBB, pengrajin sepatukesulitan memperoleh bahan baku impor dari China. Dikutip dari Radar Bogor 1.600 pengerajin sepatu dan sandal di Kecamatan Ciomas terdampak penurunan permintaan akibat pandemic Covid-19 atau mencapai 80% dari pengrajin sepatu.
Gambar 4. Kegiatan Industri Sepatu Rumahan
Sumber : Analisa Perkembangan Industri Non Migas Indonesia Triwulan I -2020
Perusahaan besar produsen besar juga terdampak dimana pada bulan Agustus 2020 seperti yang di lansir https://www.cnbcindonesia.com/news/20200626145554-4-168330/500-ribu-di-pabrik-sepatu-phk-termasuk-produsen-nike-adidas, dari total 120 perusahaan produsen sepatu, 20 perusahaan telah menutup pabrik. Sebagai contoh adalah PT Shyang Yao Fun Kota Tangerang yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal 2.500 orang.
Produsen sepatu buyer Adidas ini memilih merelokasi pabrik ke Jawa Tengah dengan tujuan untuk menekan biaya upah pekerja. Setelah itu, ada PHK massal 4.985 pekerja PT Victory Chingluh Indonesia, selaku produsen buyer Nike dan Adidas. Sesuai data dari Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri sekitar 20 dari 120 produsen sepatu terpaksa menutup dan mem-PHK karyawannya akibat dampak Covid.
Kapasitas produksi alas kaki / Industri Sepatu pada semester II meski sudah tidak ada pembatasan sosial berskala besar juga hanya mampu mencapai 30% dari kondisi normal akibat penurunan pasar domestic dan ekspor sesuai data dari Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jawa Timur.
Kondisi yang dihadapi oleh Industri Sepatu di Indonesia termasuk UMKM di pengaruhi kondisi Global Environment. Adanya kondisi global yang berpengaruh signifikan terhadap aktivitas bisnis sebuah organisasi /dalam mencapai tujuan. Pengaruh tersebut kemudian diklasifikasikan kedalam dua kategori, yaitu Task environment dan General environment. Berdasarkan definisi, Task environment merupakan pengaruh dan kondisi yang berasal dari pemasok, distributor, pelanggan, dan pesaing sehingga hal tersebut sangat mempengaruhi aktivitas bisnis. Dimana volume permintaan sangat bergantung pada jumlah permintaan pelanggan. Sedangkan General environment merupakan pengaruh dari faktor eksternal atau lingkungan global meliputi ekonomi, teknologi, sosial budaya, dan politik (Jones et all, 2020).
Disaat situasi pandemic covid-19 seperti ini, tidak bisa dipungkiri bahwa general environment memberikan dampak yang signifikan terhadap Industri Sepatu dikarenakan situasi dan kondisi yang tidak bisa dikontrol atau diprediksi oleh siapapun. Dampak tersebut menjalar pada Task Enviroment pada sulitnya industri sepatu untuk mendapatkan pasokan juga penurunan permintaan dari konsumen.
Gambar 5 – Ilustasi penerapan Teori Global Environment pada Industri Sepatu
Sumber : Figure 6.1 Forces in the Global Environment, Contemporary Management
Rantai Pasokan Industri Sepatu Indonesia
Sesuai kajian “An Analysis of the Global Value Chain for Indonesian Footwear Export oleh The Conference Board of Canada” tahun 2018, rantai pasokan berkaitan dengan proses produksi dimana dimulai dengan mencari kebutuhan baku produksi. Kulit merupakan bahan baku yang paling penting khusunya untuk sepatu olahraga dimana Indonesia memiliki keunggulan kompetitif. Hasil jadi bahan baku kulit di kirim ke pabrikan dan di kombinasikan dengan baha baku kimia. Organik dan bahan tekstik sintetis, air, listrik dan lain sebagainya untuk menghasilkan sebuha produk. Pabrikan mengkombinasikan bahan bab baku tersebut dengan pekerja dan mesin.
Gambar 6 – Indonesia Footwear Production Process
Sumber : An Analysis of the Global Value Chain for Indonesian Footwear Export oleh The Conference Board of Canada tahun 2018
Jika di tinjau dari pendekatan nilai tambah / Trade in Value Added (TiVA) , Nilai tambah Indonesia hanya mencapai 50% dari total nilai jadi khususnya pada bahan baku produksi dan tenaga kerja. Jasa servis sseperti desain untuk eksport Indonesia yang mencapai 25% di kontribusikan dari negara lain. Seperti contoh jika Indonesia ekspor
Bahan baku Industri rumahan seperti kulit diperoleh dari pemasok lokal sedangkan mesin dan alat bantu seperti lem diperoleh melalui impor.Industri rumahan juga mengerjakan order dari industri sepatu ternama yang telah memiliki merek terkenal dan jaringan toko sepatu, atau telah bekerja sama dengan pemegang merek. Selain itu, industry rumahan sepatu juga memasok pula pasar domestik untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal seperti sepatu anak sekolah, aparatur negara dan sandal hotel.
Produsen sepatu skala kecil dan menengah biasanya tergabung dalam sebuah koperasi – seperti asosiasi pengrajin di tingkat daerah. Sedangkan untuk skala besar biasa nya telah bergabung dengan Aprisindo (Asosiasi Persepatuan Indonesia) yang telah berdiri sejak 1991. Hanya sebagian kecil dari pengrajin sepatu UMKM yang terdaftar sebagai anggota Aprisindo. Aprisindo umumnya beranggotakan perusahaan manufaktur besar pemasok ragam komponen dan perusahaan dagang.
Analisis Persaingan Pasar Industri Sepatu Indonesia
Menurut Business Foundation – A Change World Chapter 1 The Dynamic of Business and Economics’ terdapat 4 jenis kompetisi / persaingan antara produsen antara perusahaan sebagai berikut :
1. Pure Competition (Persaingan Murni)
Suatu struktur pasar di mana produk yang dijual mirip sehingga harga merupakan faktor penentu dalam preferensi suatu produk oleh pelanggannya. Pangsa pasar penjual relatif tidak signifikan sehingga penjual relatif tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi harga pasar produk.
2. Persaingan monopolistic
Suatu struktur pasar di mana terdapat banyak perusahaan namun lebih sedikit dari pada persaingan murni dan yang membedakan adalah diferensiasi masing-masing produsen dengan merek
3. Persaingan oligopolistic
suatu struktur pasar di mana hanya ada dikuasai oleh beberapa produsen, dimana produsen dapat melakukan Kerjasama atau kartel untuk mempengaruhi harga jual ke produsen
4. Monopoli
Struktur pasar di mana hanya ada satu penjual yang menguasai pasar.
Tabel 3 Perbandingan Industri Sepatu
Industri Sepatu UMKM |
Industri Sepatu Menengah Besar |
Top 5 Brand Dunia (Nike, Adidas, Newbalance, Puma, Reebok) |
|
Junlah Penjual |
>18.000 unit |
440-500 unit |
5 merek (Nike, Adidas, New Balance, Skecher, dan Converse) menguasai 80% pasar dunia |
Macam Barang |
Homogen karena tidak ada merek, model hampir mirip antara satu penjual dengan yang lain |
Memilki diferensiasi merek produk sepatu |
Memilki diferensiasi merek produk sepatu |
Pengaruh Penjual |
Lemah |
Sedang ke Lemah karena sebagian besar merupakan subkontraktor dari top 5 merek sepatu dunia |
Sedang kepada pembeli, telah memiliki fans yang fanatis. |
Pengaruh Pembeli |
Kuat |
Kuat |
Kuat |
Kompetisi |
Ketat, selain terpusat di satu lokasi namun juga kanal penjualan masih terbatas di sentra perdagangan dan toko offline |
Ketat karena memiliki brand dan kanal penjualan yang lebih lengkap dari toko offline |
Ketat tapi memiliki marketing mix yang terintegrasi, mulai dari social media campaign, digital marketing dan offline stores yang tersebar di seluruh dunia serta dana endorse artis yang melimpah |
Posisi terhadap Supplier |
LemahSebagian besar basar bahan baku impor |
Lemah Sebagian besar basar bahan baku impor dan UMR juga mempengaruhi keunggulan komparatif dengan negara exportir sepatu lain. |
Kuat Sebagian besar, tidak memiliki pabrik namun melakukan kontrak Kerjasama dengan pabrikan sepatu dari berbagai belahan dunia. |
Bentuk Pasar |
Monopolistik ke Persaingan Sempurna |
Oligopoli ke Perasingan Monopolistik |
Oligopoli |
Contoh |
Pengrajin Sepatu Cibaduyut |
Bata, Bucherri, Ardiles |
Nike, Adidas, Newbalance, Puma, Reebok |
Sumber : Olahan Internal
Sesuai dengan jenis pasar diatas, Industri sepatu dinilai masuk kedalam persaingan sempurna untuk pengrajin sepatu kulit dan rumahan karena produk yang dijual hampir serupa dengan produsen yang cukup banyak
Belajar dari Industri Portugal Shoemaker dalam mengatasi Pandemi Covid-19
Perusahaan dari Portugal, Aloft Shoes terdampak pandemic covid 19 sampai dengan Februari 2020 tiga mesin masih beroperasi penuh 24 jam seminggu namun semenjak Maret 2020 akibat pandemic Covid-19 banyak permintaan yang dibatalkan sehingga memaksa perusahaan untuk menutup pabrik. Selain itu juga perusahaan Portugal Atlaltan Shoes lainnya yang memiliki 100 karyawan telah menutup operasinya pada bulan Maret 2020.
Kedua perusahan tersebut memutuskan untuk mendukung pemerintah dengan cara memproduksi perlengkapa medis demi mencegah pandemi Covid-19. Perlengkapam medis tersebut seperti masker, pelindung mata, sarung tangan, penutup kepala dan sepatu pelindung. Diharapkan dengan merubah produk untuk sementara waktu, terdapat pasar baru yang akan muncul.
Sumber : https://www.dw.com/en/how-portugals-shoemakers-aim-to-survive-crisis/av-53475353
Dari analisis diatas berikut solusi untuk UMKM pengrajin Sepatu di Indonesia agar tetap bertahan di masa New Normal.
Ide yang diusulkan penulis dalam mengatasi pandemi ini adalah dengan mulai melakukan Diversifikasi produk. Selain menghasilkan produk sepatu, UMKM perlu mencoba mendiversifikan produknya, seperti yang dilakukan Alfoft Shoes dan Atlanta Shoes di Portugal. Perusahaan memutuskan untuk memproduksi Alat Pelindung Kesehatan Diri (APD) seperti masker, sepatu boot untuk tenaga medis dan jaket pelindung.
Untuk menjamin kontinuitas dari permintaan, UMKM memerlukan Kerjasama jangka Panjang dengan pemerintah daerah untuk daerah masing-masing sebagai supplier alat perlengkapan diri (APD). Pemerintah berkepentingan dalam memastikan ketersediaan APD untuk memerangi Covid-19 untuk itu Pemerintah daerah perlu memberikan dukungan dalam 3 hal yaitu, pertama adalah pemodalan untuk pembelian alat produksi, pelatihan untuk membuat perlengkapan medis yang memenuhi standar Kesehatan dan menjamin permintaan untuk memastikan produk UMKM terserap pasar.
Ketika Ekonomi telah berangsur membaik UMKM dapat melakukan sebagai berikut :
1. Tentukan Target Pasar yang Jelas
Banyak dari produsen Sepatu UMKM yang tidak memikirkan pentingnya nilai dari sebuah merek, produk yang dihasilkan cenderung homogen atau serupa. Agar lebih efektif, pengusaha bisa melakukan riset pasar untuk mengidentifikasi target pasar yang jelas apakah segmen anak-anak, remaja atau orang muda. Setelah menentukan target pasar, baru pengusaha bisa menentukan produk apa yang akan di produksi semisal sepatu kekinian untuk menyasar kalangan muda, sepatu kerja untuk karyawan.
2. Fokus pada aktivitas yang memberikan nilai tambah
Sebagian besar UMKM pengrajin kurang berfokus dengan aktivitas yang memberikan nilai tambah yaitu riset, desain dan penjualan ke konsumen. Sebagai contoh melalui aktifitas Marketing dan Branding, UMKM dapat memberikan identitas terentu pada produk sepatu yang dihasilkan sebagai contoh, merek Sepatu Brodo yang terkenal dengan produk asli Indonesia yang berkualitas dan kekinian sesuai dengan selera anak Muda yang dinamis. Dengan adanya branding, UMKM dapat menyampaikan nilai produk kepada pembeli sehingga menjadikan pelanggan.
3. Menjual Melalui kanal Digital
Untuk memotong biaya marketing, UMKM dapat mulai memasarkan produknya melalui kanal digital baik melalui Marketplace (Tokopedia, Bakalapak) atau membangun situs e-commerce sendiri seperti yang dilakukan oleh Brodo di situs www.Bro.do. Hal ini juga dilakukan oleh merek ternama seperi NIKE. Artikel tentang bagaimana NIKE bertahan dapat di baca di https://yonulis.com/2020/09/25/nike/
Dengan solusi diatas diharapkan UMKM pengrajin sepatu di Indonesia dapat segera bangkit dari keterukan dan menghasilkan brand ternama global.
SUMBER :
Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2020. Analisis Perkembangan Industri Pengolahan Non Migas triwulan 1 2020, 10 Oktober 2020 (7:28)
https://www.radarbogor.id/2020/04/28/prihatin-begini-nasib-1600-pengrajin-sepatu-di-ciomas-akibat-pandemi-covid-19/
The CanadaIndonesia Trade and Private Sector Assistance (TPSA), 2018. An Analysis of The Global Value Chaing for Indonesia Footwear Exports http://www.iccc.or.id/wp-content/uploads/2020/08/An-Analysis-of-the-Global-Value-Chain-for-Indonesian-Footwear-Exports-February-2018.pdf.24 Oktober 2020 (7:28)
https://www.dw.com/en/how-portugals-shoemakers-aim-to-survive-crisis/av-53475353
Ferrel, O.C, dkk.(2020). The Dynamics of Business and Economics. Business Foundation : A Changing World. 12th Ed. New York: Mc. Graw Hill Education, 6.
Jones, Gareth.R dkk (2020). Contemporary Management. 11th Ed. New York: Mc. Graw Hill Education, 6.
https://m.medcom.id/nasional/daerah/VNx4ZrDN-imbas-korona-omzet-perajin-sepatu-cibaduyut-bandung-anjlok
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200626145554-4-168330/500-ribu-di-pabrik-sepatu-phk-termasuk-produsen-nike-adidas
0 Comments