Bisnis

Permasalahan Sampah Plastik Menjadi Permintaan Produk Baru

Latar Belakang: Permasalahan Sampah Global

Proyeksi Persentase Sampah Plastik Tidak Terkelola Global Tahun 2025 Dimana Di Indonesia Akan Diprediksi Melambung Lebih Dari 20% Dari Total Volume Sampah
Proyeksi Persentase Sampah Plastik Tidak Terkelola Global Tahun 2025 Dimana Di Indonesia Akan Diprediksi Melambung Lebih Dari 20% Dari Total Volume Sampah

Sampah kini telah menjadi permasalahan global. Jumlah sampah plastik yang dihasilkan di seluruh kota di dunia mencapai sekitar 1,3 miliar ton setiap tahunnya dan menurut proyeksi Bank Dunia pada tahun 2025 jumlah ini meningkat hingga 3,4 miliar ton[2]. Dalam sepuluh tahun kebelakang dunia telah memproduksi sampah plastik lebih banyak dari satu abad sebelumnya, 50% diantaranya didominasi oleh plastik sekali pakai langsung buang, namun hanya 5% yang didaur ulang[3]. World Bank (2018)[4] melakukan penelitian pertumbuhan produksi sampah tercepat di dunia terhadap 192 negara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Asia Timur merupakan wilayah tercepat dan lima negara yang bertanggung jawab atas lebih dari 50% keseluruhan sampah plastik darat yang dibawa ke laut adalah China, Indonesia, Vietnam, Filipina, dan Thailand.

Gambar 1: Indonesia adalah penyumbang sampah plastik terbesar nomor dua dunia. (Liputan6.com)

 

Statistik Lingkungan Hidup Indonesia (2018)[5] menunjukkan bahwa masalah sampah juga meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi dan perubahan pola konsumsi masyarakat. Sejalan dengan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2000 jumlah penduduk Indonesia mencapai 206,26 juta jiwa dan meningkat menjadi 261,89 juta jiwa pada tahun 2017. Begitu pula dengan tren pertumbuhan ekonomi dan pola konsumsi masyarakat yang tercermin pada Produk Domestik Bruto, pertumbuhan ekonomi didominasi dari sektor manufaktur berturut-turut pada tahun 2000 dan 2017 masing-masing sebesar 385,5 triliun dan 2.739,4 triliun. Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh manufaktur tersebut memberikan dampak terhadap peningkatan volume dan ragam sampah yang dihasilkan. KLHK dan Kementrian Perindustrian pada tahun 2016 merilis jumlah timbunan sampah di Indonesia sebesar 65,2 juta ton per tahun (dengan jumlah penduduk 261,12).

Komposisi Sampah Dari Kota Besar Dan Kota Metropolitan Di Indonesia
Komposisi Sampah Dari Kota Besar Dan Kota Metropolitan Di Indonesia

Dari infografik diatas, dapat dilihat bahwa sampah non-organik menjadikontributor terbesar pada kota-kota besar dan metropolitan di Indonesia adalah plastik. Plastik mendominasi dengan persentase hampir 13%. Pada periode tahun 2017-2018 total volume sampah di Indonesia berkisar 65 juta ton[7], 8,45 juta ton diantaranya diperkirakan merupakan sampah plastik, namun hanya 9% dari sampah plastik tersebut yang terdaur ulang[8].

Gambar 2: Penimbunan sampah di Sidoarjo. (AFP Photo / The ASEAN Post)

Sampah yang kian menggunung menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan dan kesehatan, diantaranya kualitas air yang umumnya tercemar berat berbagai wilayah di Indonesia, BPS mencatat kontribusi sampah terhadap kejadian banjir 2016-2017 mencapai 1.805 banjir dengan 433 korban jiwa. Selanjutnya terjadi kondisi mengkhawatirkan adalah angka kematian (CFR) akibat diare yang termasuk dalam kejadian luar biasa pada 2016 sebesar 3,40% dari CFR diharapkan kurang dari 1%[9].

Permasalahan sampah yang kian krusial mendorong negara di dunia melakukan berbagai upaya pengelolaan sampah yang sejalan dengan program UNDP pada target Sustainable Development Goals (SDGs) tujuan 12.5 bahwa tahun 2030 setiap negara secara substansial mengurangi produksi limbah melalui pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali, untuk dapat menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.

Analisa: Peningkatan Permintaan Produk Ramah Lingkungan

Kepekaan masyarakat terhadap isu-isu lingkungan yang dinyatakan telah melebarkan pasar untuk produk yang lebih ramah lingkungan diimbangi dengan permintaan masyarakat yang juga meningkat beberapa tahun kebelakang. Hal ini membuka peluang baru untuk bisnis melakukan inovasi produk maupun mengubah citra bisnis yang lebih ramah lingkungan untuk tetap relevan di pasar yang lebih peka dengan isu lingkungan. Data survei global dari GlobalWebIndex[10] menunjukkan bahwa kecenderungan publik untuk membeli produk yang diklasifikasi sebagai eco-friendly atau ramah lingkungan semakin meningkat, dari 49% pada tahun 2011 menjadi 57% tahun 2018. Dari data Google Trends, istilah pencarian “reusable” di Indonesia meningkat setahun kebelakang. Interpolasi dari data ini mampu menunjukkan rakyat Indonesia semakin peka terhadap produk yang ramah lingkungan. Dengan proyeksi yang meningkat sejak awal 2018, kesadaran tentang penggunaan produk ramah lingkungan yang mengurangi dampak polusi sampah akan terus bertambah.

Grafik 3: Data istilah pencarian “reusable” di Google dari Indonesia. Sumber: Google Trends.

Namun, meningkatnya permintaan untuk produk ramah lingkungan bukan hanya berasal dari tekanan konsumen terhadap bisnis. Regulasi dari pemerintah juga membantu membentuk permintaan untuk produk-produk tersebut. Salah satu contoh utama adalah pajak atau biaya tambahan untuk kantong plastik belanja. Irlandia telah menerapkan pajak EUR 0.15 per kantong plastik sejak 2002 dan dinaikkan ke EUR 0.22 per kantong plastik pada tahun 2007[11]. Regulasi ini juga membantu Irlandia mengurangi volume plastik pada polusi sampah di laut dari 5% pada tahun 2001 ke 0.25% pada tahun 2010. Selain itu, Rwanda juga turut serta menerbitkan peraturan pelarangan impor dan produksi menggunakan atau menjual kantong plastik sejak 2008, dan Tiongkok melarang penggunaan dan produksi kantong plastik sejak tahun 2008.

Di Indonesia sendiri terdapat UU No.18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah dan turunanya, UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Perpres No 97 tahun 2017 pemerintah menargetkan pengurangan sampah rumah tangga dan sampah sejenis hingga 30% dan penanganannya sampai 70% pada tahun 2025. Kementerian Keuangan Republik Indonesia berencana melakukan kebijakan dalam penyesuaian tarif cukai dan tambahan produk cukai salah satunya adalah kantong plastik, dana tersebut nantinya akan masuk dalam APBN 2020 dan akan dialokasikan untuk pembiayaan pengelolaan sampah. Saat ini pemerintah sedang melakukan penelitian terhadap efektivitas penerapan cukai kantong plastik di beberapa wilayah dan minimarket[12], salah satunya pemerintah Bali yang telah menerapkan pelarangan penggunaan kantong plastik sejak 2008. Dari regulasi-regulasi ini, timbul permintaan dari konsumen untuk tas atau kantong belanja reusable atau ramah lingkungan (contohnya biodegradable).

Timbulnya produk-produk kemasan dan perkakas makan yang ramah lingkungan, seperti reusable straw dan tas belanja, sendok dan garpu dari kayu telah mendorong peningkatan produksi produk tersebut di bisnis-bisnis Indonesia. Sebagian besar, keputusan tersebut merupakan bagian dari inisiatif environmental corporate responsibility. Inisiatif tersebut juga merupakan hasil dorongan dari konsumen untuk memfasilitasi keperluan ramah lingkungan mereka. Di Indonesia, contoh produk ramah lingkungan diantaranya sedotan bambu atau dikenal dengan bamboo straw yang diproduksi oleh warga Desa Ngaglik, Sleman, Yogyakarta yang dapat digunakan berkali-kali untuk mengganti penggunaan sedotan sekali pakai[13] dan Telobag[14] yang merupakan inovasi produk kantong dengan bahan utama singkong yang diproduksi di Bali dan Tangerang sebagai substitusi kantong plastik, serta sudah digunakan oleh perusahaan dan bisnis seperti Baso A Fung dan Optik Melawai[15].

Hasil dari Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), 35,000 perusahaan ritel sudah menggunakan plastik organik, mengikuti Artikel 3 PP No. 97/2017 tentang kebijakan nasional menstrategikan untuk mengurangi sampah plastik dengan cara mengurangi penggunaan, bukan melarang penggunaan.[16] Dari 9,8 miliar kantong plastik terpakai pertahun di Indonesia, 95 persen diantaranya menjadi sampah.[17]

Solusi: Pengurangan Sampah Melalui Pemenuhan Permintaan Produk Ramah Lingkungan

Solusi pengurangan sampah membuat suatu peluang usaha tersendiri pada pelaku bisnis Indonesia, salah satu perusahaan yang menangkap peluang usaha produk ramah lingkungan adalah PT. Mogallana Plastic melalui produk telobag. Perusahaan ini sendiri merupakan perusahaan manufaktur Tangerang, Indonesia berbasis profitable.

Telobag adalah salah satu inovasi produk sebagai solusi untuk mensubstitusi kebutuhan plastik. Telobag memiliki tampilan serupa dengan kantong plastik pada umumnya, akan tetapi bahan utama kantong ini adalah pati singkong dan minyak nabati, hal ini menjadikan telobag sangat ramah lingkungan dan menjadi salah satu solusi untuk permasalahan sampah plastik yang ramai diperbincangkan. Untuk membuktikan bahwa telobag tidak menggunakan bahan plastik bisa dilakukan dengan tiga cara yaitu, pertama dapat dilarutkan dalam air panas, kedua pembakaran kantong Telobag tidak akan menghasilkan gas berbahaya dan ketiga kantong Telobag tidak meleleh apabila terkena panas. “Plastik” dari Telobag ini dapat terurai oleh mikroorganisme dalam tiga sampai enam bulan.

Dalam upaya pengenalan produk kepada masyarakat, Telobag kerap melakukan sosialisasi pada sekolah-sekolah maupun di berbagai perusahaan sebagai pelaku pengguna plastik sekali pakai, selain itu juga dilakukan pemasaran secara online melalui pemanfaatan media sosial seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan lainnya. Produk “Plastik” ini juga dapat dibeli atau ditemukan di berbagai situs online shop di Indonesia seperti di Tokopedia, Shopee, dan lain sebagainya.

Inovasi produk Telobag tidak hanya memberikan dampak positif terhadap penyelamatan dan kelanjutan perbaikan kondisi lingkungan dengan menggantikan peran plastik sekali pakai namun juga membantu petani singkong Indonesia yang memproduksi 25,2 juta ton setiap tahun[18]dalam memasarkan dan mendistribusikan hasil panen singkong juga.

Gambar 3: Kantong Plastik Telobag yang Terbuat dari Singkong. Sumber: Telobag.

Namun, produksi ‘plastik’ telobag memiliki beberapa kelemahan yang dapat menjadikan inovasi produk ini hanya bersifat sementara. Diantaranya, yang utama produk ini belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan plastik di Indonesia, hal ini terutama dipicu oleh tingginya kebutuhan plastik di Indonesia yang mencapai 9,8 miliar kantong plastik, sedangkan persedian singkong hanya sekitar 25,2 juta ton pertahun. Ditambah ketersediaan lahan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan produksi singkong di Indonesia masih sangat minim, sehingga jika ingin memenuhi kebutuhan singkong tersebut harus mengeksploitasi lahan lebih banyak lagi. Selain itu, tingginya biaya produksi membuat harga jual dari plastik Telobag menjadi lebih mahal dari kantong plastik biasa, harga jual Telobag per pak isi 50 plastik mencapai Rp. 66.000 sedangkan harga kantong plastik biasa per pak hanya Rp. 5.000. Padahal masyarakat perlu menyadari bahwa rendahnya harga kantong plastik biasa akan membawa dampak kerusakan lingkungan yang sangat merugikan dan membutuhkan biaya perbaikan yang jauh lebih tinggi.

Ringkasan: Masalah Baru, Permintaan Baru

Permasalahan sampah masih menjadi topik hangat untuk diperdebatkan oleh kalangan netizen Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih apatis dalam memikirkan keberlangsungan lingkungan alam sekitar dan tidak memikirkan dampak kerugian finansial yang dapat ditanggung di masa depan akibat aktivitas saat ini, terutama dalam pemilihan produk yang digunakan.

Bagi dunia bisnis, sebuah masalah dapat menjadi peluang usaha baru untuk menciptakan inovasi produk serta segmen pasar baru. Permintaan akan produk ramah lingkungan meninggi seiring kesadaran masyarakat tentang masalah lingkungan semakin krusial. Kenaikan permintaan menggugah pelaku usaha dan bisnis untuk mengisi renggang penawaran produk. Ini adalah sebuah contoh klasik penawaran dan permintaan yang terbentuk dari permasalahan besar dunia modern.

[1] “Plastic Pollution – Our World in Data.” https://ourworldindata.org/plastic-pollution. Accessed 15 Aug. 2019.

[2] “What a Waste 2.0 : A Global Snapshot of Solid Waste Management to ….” Accessed August 13, 2019. https://openknowledge.worldbank.org/handle/10986/30317.

[3] “22 Facts About Plastic Pollution (And 10 Things We Can … – EcoWatch.” Accessed August 13, 2019. https://www.ecowatch.com/22-facts-about-plastic-pollution-and-10-things-we-can-do-about-it-1881885971.html.

[4] “Sampah Laut Indonesia Laporan Sintesis April 2018.” http://documents.worldbank.org/curated/en/642751527664372193/pdf/126686-INDONESIA-29-5-2018-14-34-5-SynthesisFullReportAPRILIND.pdf. Accessed 14 Aug. 2019.

[5] “Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2018 – Badan Pusat Statistik.” Accessed August 13, 2019. https://www.bps.go.id/publication/2018/12/07/d8cbb5465bd1d3138c21fc80/statistik-lingkungan-hidup-indonesia-2018.html.

[6] “Komposisi Sampah – Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional.” Accessed August 13, 2019. http://sipsn.menlhk.go.id/?q=3a-komposisi-sampah.

[7] “Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2018 – Badan Pusat Statistik.” Accessed August 13, 2019. https://www.bps.go.id/publication/2018/12/07/d8cbb5465bd1d3138c21fc80/statistik-lingkungan-hidup-indonesia-2018.html.

[8] “Tingkat Daur Ulang Sampah Plastik di Indonesia … – Tekno Tempo.co.” Accessed August 13, 2019. https://tekno.tempo.co/read/1200615/tingkat-daur-ulang-sampah-plastik-di-indonesia-hanya-9-persen.

[9] “Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2018 – Badan Pusat Statistik.” Accessed August 13, 2019. https://www.bps.go.id/publication/2018/12/07/d8cbb5465bd1d3138c21fc80/statistik-lingkungan-hidup-indonesia-2018.html.

[10] “Sustainable Packaging Unwrapped” Accessed August 13, 2019. https://www.globalwebindex.com/hubfs/Downloads/Sustainable-Packaging-Unwrapped.pdf.

[11] “Plastic Bag Levy in Ireland – Institute for European Environmental Policy.” https://ieep.eu/uploads/articles/attachments/0817a609-f2ed-4db0-8ae0-05f1d75fbaa4/IE Plastic Bag Levy final.pdf?v=63680923242. Accessed 13 Aug. 2019.

[12] “Statistik Lingkungan Hidup Indonesia 2018 – BPS.” https://www.bps.go.id/publication/2018/12/07/d8cbb5465bd1d3138c21fc80/statistik-lingkungan-hidup-indonesia-2018.html. Accessed 14 Aug. 2019.

[13] “Dibalik Terciptanya Sedotan Bambu | Indonesia.go.id.” Accessed August 13, 2019. https://indonesia.go.id/ragam/komoditas/sosial/dibalik-terciptanya-sedotan-bambu.

[14] “Home – Telobag.” Accessed August 13, 2019. http://telobag.com/en/home/.

[15] “Telobag”, PT. Mogallana Plastic Company Profile. 2018.

[16] “Ban against single-use plastic bags, half-hearted effort?” https://www.thejakartapost.com/news/2018/12/28/ban-against-single-use-plastic-bags-half-hearted-effort.html. Accessed 14 Aug. 2019.

[17] “Indonesia uses 9.8 billion plastic bags every year” https://www.republika.co.id/berita/en/national-politics/18/11/12/pi3awo414-indonesia-uses-98-billion-plastic-bags-every-year. Accessed 14 Aug. 2019.

[18]https://southeastasiaglobe.com/indonesia-cassava-starch-bag/. Accessed 14 Aug. 2019.

 

Bella

Hi, saya Bella Sungkawa. Saya suka menulis artikel terutama tentang Fashion dan Kecantikan. Please contact me if you want to suggest something or just to say Hi! Yonulis adalah platform yang dibuat oleh Bella Sungkawa untuk menginspirasi dan mendorong orang untuk menulis. Temukan tip menulis, petunjuk, dan lainnya di Yonulis hari ini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button